The Mansinam - Suku Asmat adalah nama dari sebuah suku terbesar dan paling terkenal di antara sekian banyak suku yang ada di Papua, Irian Jaya, Indonesia. Salah satu hal yang membuat suku asmat cukup dikenal adalah hasil ukiran kayu tradisional yang sangat khas. Beberapa ornamen / motif yang seringkali digunakan dan menjadi tema utama dalam proses pemahatan patung yang dilakukan oleh penduduk suku asmat adalah mengambil tema nenek moyang dari suku mereka, yang biasa disebut mbis. Namun tak berhenti sampai disitu, seringkali juga ditemui ornamen / motif lain yang menyerupai perahu atau wuramon, yang mereka percayai sebagai simbol perahu arwah yang membawa nenek moyang mereka di alam kematian. Bagi penduduk asli suku asmat, seni ukir kayu lebih merupakan sebuah perwujudan dari cara mereka dalam melakukan ritual untuk mengenang arwah para leluhurnya.
Penduduk Asmat pada umumnya memiliki ciri fisik yang khas,berkulit hitam dan berambut keriting. Tubuhnya cukup tinggi. Rata-rata tinggi badan orang Asmat wanita sekitar 162 cm dan tinggi badan laki-laki mencapai 172 cm.
Orang-orang Asmat pandai membuat hiasan ukiran. Hebatnya, mereka membuat ukiran tanpa membuat sketsa terlebih dahulu. Ukiran-ukiran nan mereka untuk memiliki makna, yaitu persembahan dan ucapan terima kasih kepada nenek moyang. Bagi suku Asmat, mengukir bukan pekerjaan biasa. Mengukir ialah jalan bagi mereka buat berhubungan dengan para leluhur.
Ukiran patung suku Asmat berkaitan dengan kepercayaan mereka. Ukiran merupakan penghubung mereka nan saat ini masih hayati dengan leluhur. Mereka mempresentasikan roh-roh para leluhur ke dalam ukiran-ukiran di tiang kayu, tameng, atau perahu. Patung nan terkenal dan dianggap paling sakral ialah patung Bis (bioskokombi).
Kini, pembuatan patung dan ukiran lainnya bagi suku Asmat bukan hanya bernilai sakral, tetapi bernilai hemat juga. Patung ini banyak diminati oleh para kolektor, baik dalam negeri maupun dari luar negeri.
Selain ukiran, suku Asmat mempunyai Norma merias paras dan tubuhnya dengan berbagai warna. Warna-warna nan dipakai biasanya warna-warna alami sebab bahannya pun dari alam. Misalnya, buat rona merah diambil dari tanah merah, buat rona hitam diambil dari arang kayu, dan buat rona putih diambil dari kulit kerang nan dihaluskan.
Untuk rona merah, mereka dapatkan dari tanah merah nan banyak di sekitar mereka. Rona putih mereka dapatkan dari kulit kerang nan sebelumnya ditumbuk sampai halus. Dan, rona hitam, mereka dapatkan dari arang kayu, nan juga ditumbuk sampai halus. Selain budaya, penduduk kampung syuru juga amat piawai membuat ukiran seperti suku Asmat umumnya.
Orang-orang suku Asmat percaya bahwa roh orang nan sudah meninggal bisa menyebabkan bala bagi orang nan masih hidup, menyebabkan peperangan, juga menyebarkan penyakit. Untuk menghindari hal tersebut, orang-orang suku Asmat akan membuat patung dan menyelenggarakan berbagai macam pesta. Di antaranya ialah pesta Bis, pesta Perah, pesta Ulat Sagu, dan pesta Topeng.
Ukiran bagi kebudayaan suku Asmat dapat menjadi penghubung antara kehidupan masa kini dengan kehidupan leluhur. di setiap ukiran bersemayam gambaran dan penghargaan atas nenek moyang mereka nan sarat dengan kebesaran suku Asmat.
Patung dan ukiran umumnya mereka untuk tanpa sketsa. Bagi suku Asmat kala menukir patung ialah saat di mana mereka berkomunikasi dengan leluhur yag ada di alam lain. itu dimungkinkan sebab mereka mengenal tiga konsep dunia, yaitu Amat ow capinmi (alam kehidupan sekarang), Dampu ow campinmi (alam pesinggahan roh nan sudah meninggal), dan Safar (surga).
Konon patung Bis ialah bentuk patung nan paling sakral. Namun kini membuat patung bagi kebudayaan suku Asmat tak sekadar memenuhi panggilan tradisi. Sebab hasil ukiran itu juga mereka jual kepada orang asing di saat pesta ukiran. mereka tahu hasil ukiran tangan dihargai tinggi antara Rp. 100 ribu hingga jutaan rupiah diluar Papua.
Ada istiadat suku asmat
Suku Asmat adalah suku yang menganut Animisme, sampai dengan masuknya para Misionaris pembawa ajaran baru, maka mereka mulai mengenal agama lain selain agam nenek-moyang. Dan kini, masyarakat suku ini telah menganut berbagai macam agama, seperti Protestan, Khatolik bahkan Islam. Seperti masyarakat pada umumnya, dalam menjalankan proses kehidupannya, masyarakat Suku Asmat pun, melalui berbagai proses, yaitu :
- Kehamilan, selama proses ini berlangsung, bakal generasi penerus dijaga dengan baik agar dapat lahir dengan selamat dengan bantuan ibu kandung alau ibu mertua.
- Kelahiran, tak lama setelah si jabang bayi lahir dilaksanakan upacara selamatan secara sederhana dengan acara pemotongan tali pusar yang menggunakan Sembilu, alat yang terbuat dari bambu yang dilanjarkan. Selanjutnya, diberi ASI sampai berusia 2 tahun atau 3 tahun.
- Pernikahan, proses ini berlaku bagi seorang baik pria maupun wanita yang telah berusia 17 tahun dan dilakukan oleh pihak orang tua lelaki setelah kedua belah pihak mencapai kesepakatan dan melalui uji keberanian untuk membeli wanita dengan mas kawinnya piring antik yang berdasarkan pada nilai uang kesepakatan kapal perahu Johnson, bila ternyata ada kekurangan dalam penafsiran harga perahu Johnson, maka pihak pria wajib melunasinya dan selama masa pelunasan pihak pria dilarang melakukan tindakan aniaya walaupun sudah diperbolehkan tinggal dalam satu atap.
- Kematian, bila kepala suku atau kepala adat yang meninggal, maka jasadnya disimpan dalam bentuk mumi dan dipajang di depan joglo suku ini, tetapi bila masyarakat umum, jasadnya dikuburkan. Proses ini dijalankan dengan iringan nyanyian berbahasa Asmat dan pemotongan ruas jari tangan dari anggota keluarga yang ditinggalkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar